Total Tayangan Halaman

17,990

Jumat, 20 Februari 2015

Husnut-Ta'lil ('Ilmu al-Badii', al-Balaghah)



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam suatu ungkapan terkadang di dalamnya menyebutkan sebuah alasan atau sebab terjadinya dari apa yang di ungkapkan. Namun alasan yang di ungkapkan itu bukanlah alasan yang sebenarnya.
Dalam hal ini, si penyair menggunakan alasan lain yang tidak biasa terjadi atau bukan hakiki, ia mengingkari secara terang-terangan maupun terpendam. Alasan yang sudah dikenal secara umum lalu ia ganti dengan alasan lain yang terasa asing.
Dalam ilmu Badi’, inilah yang dinamakan dengan husnu-ta’lil atau memperindah alasan yang merupakan bagian dari muhassanaat al-ma’nawiyah.

B.     Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian husnut-ta’lil ?
2.        Bagaimana contoh-contohnya ?
3.        Apa saja pembagiannya ?

C.    Tujuan
1.        Untuk mengetahui pengertian husnut-ta’lil
2.        Untuk memahami contoh-contohnya
3.        Untuk dapat mengetahui dan memahami pembagiannya






BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian
Husnu al-ta’lil adalah memperbagus alasan atau kebagusan sebuah alasan. Berikut beberapa pengertian husnu al- ta’lil :
o     حسن التعليل وهو أن يُدّعَى لوصف علة غير حقيقية فيها غرابة[1]
Artinya : “Husnut-Ta’lil ialah disebutkan karena mensifatkan alasan yang bukan sebenarnya yang padanya itu ada keganjilan atau keanehan.”
o     حسن التعليل ان يُنْكِرَ الأديبُ صراحةً أو ضِمْنًا علةَ الشيءِ المعروفةَ ، و يأتِي بِعلّةٍ أدَبيَّةٍ طَريفةٍ تُناسِبُ الغَرَضَ الذي يَقْصِدُ اليه.
Artinya: “Husnut-Ta’lil adalah seorang sastrawan, ia mengingkari – secara terang-terangan ataupun terpendam - alasan yang telah dikenal umum baik suatu peristiwa, dan sehubungan dengan itu ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan lembut yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.”[2]
o       حسن التعليل و هو أن يُدّعَى لوصفٍ عِلَّةٍ مُنَاسِبَةٍ له بِاعْتِبَارٍ لَطِيْفٍ.
Artinya: Husnut Ta’lil, yaitu mengaku bagi suatu sifat yang mempunyai illat, yang layak secara tidak nyata/halus.[3]
Untuk memahami bagaimana husnut-ta’lil, berikut beberapa contohnya :[4]
1)   Al-Ma’arri berkata dalam sebuah ratapannya:
وَمَا كُلْفَةُ الْبَدْرِ الْمُنيرِ قَدِيْمَةً  -  وَلكِنّهَا فِي وَجْهِهِ أَثَرُ الَّلطَمِ
Bintik-bintik hitam pada bulan purnama yang bercahaya itu bukan ada sejak dulu. Akan tetapi, pada muka bulan itu ada bekas tamparan.
Pada sya’ir ini Abul-‘Ala’ meratap dan berlebihan menyatakan bahwa kesedihan terhadap orang yang diratapi itu mencakup banyak peristiwa alam. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa bintik-bintik hitam yang terlihat di permukaan bulan itu tidaklah muncul karena factor alam, melainkan karena bekastamparan (oleh bulan sendiri) karena sedih ditinggalkan oleh orang yang diratapi itu.
2)      Ibnur-Rumi berkata:
أمَّا ذُكَاءُ فَلَمْ تَصْفَرَّ إِذْ جَنَحَتْ - إلاّ لِفُرْقَةِ ذاكَ الْمَنْظَرِ الْحَسَنِ
Adapun matahari itu tidak menguning ketika cenderung kecuali karena (tidak suka) berpisah demgan pemandangan yang indah itu.
Adapun pada bait ini, Ibnur-Rumi berpendapat bahwa matahari tidak menguning ketika cenderung mendekati tempat terbenamnya itu bukan karena factor alam yang telah dikenal, melainkan karena takut berpisah dengan wajah orang yang dipujinya.
3)      Penyair lain berkata tentang berkurangnya hujan di Mesir:
مَا قَصَّرَ الْغَيْثُ عَنْ مِصْرٍ وَتُرْبَتِهَا - طَبْعًا وَلكنْ تَعَدَّاكُمْ مِن الْخَجَلِ
Hujan tidak berkurang di Mesir dan sekitarnya karena factor alam, tetapi karena ia banyak menanggung malu.
Penyair mengingkari bahwa penyebab berkurangnya hujan di Mesir itu adalah  factor alam. Sehubungan dengan keingkarannya itu ia menyodorkan alasan lain, yaitu bahwa hujan itu malu turun di bumi yang dipenuhi oleh keutamaan dan kemurahan orang yang dipuji karena merasa tidak mampu bersaing dengan kemurahan dan pemberiannya.
Dengan demikian, kita telah tahu dari contoh-contoh diatas bahwa para penyair mengingkari alasan yang telah dikenal umum bagi suatu peristiwa, lalu ia membuat alasan lain yang sesuai dengan tujuannya. Ushlub kalimat yang demikian disebut husnut-ta’lil.
B.   Pembagian Husnut-Ta’lil
Adapun didalam kitab “Jauharul Maknun”  dan “Jawaahiru Balaghah” menerangkan Badi’ husnut ta’lil itu terbagi empat macam, yaitu:[5]
a)      Sifat yang berillat secara tetap. Ini terbagi lagi pada dua bagian:
1)        Menurut adat tidak jelas illatnya, meskipun ada hakikatnya, seperti:
لَمْ يَحْكِ نائِلَكَ السَّحَابُ و إنمَا – حُمَّتْ به فَصَبِيْبُهَا الرُّحْضَاءُ
“Pemberianmu tidak akan dapat diserupai oleh pemberian awan, dan sesungguhnya awan itu dipanasi oleh pemberianmu, maka curahan awan itu menjadi basah (hujan).”
بمعنى : أن السحائب لا تقصد محاكاة  جودك بمطرها ، لأن عطاءك المتتابع أكثر من مائها و أغزر،               ولكنها حُمّتْ حصدًا لك. فالماء الذي ينصب منها هو عرق تلك الحمى ، فالرحضاء عرق الحمى.[6]
Turun hujan itu merupakan sifat yang tetap bagi awan yang menurut adat tidak jelas illatnya. Akan tetapi sya’ir itu telah membuat illatnya, ialah dengan keringat panas awan yang disebabkan adanya pemberian mukhathab.
2)        Yang jelas illatnya bagi sifat itu, hanya saja bukan illat bagi lafal yang diterangkan, seperti kata sya’ir mutanabbi’:
ما به قَتَلَ أعادِيَهُ و لكنْ – يَتَّقِيْ إخْلَافَ مَا تَرْجُو الذِّئَابُ
Bukanlah dia membunuh musuh-musuhnya sebab takut atau marah, melainkan dia menjaga agar jangan sampai menyalahi harapan macan-macan itu.”
البيان : فإن قتلَ الأعَادي عادةٌ للمُلُوْكِ ، لِأَجْلِ أن يسلمُوا من أذاهم و ضَرِّهِمْ و لكن المتنبي اخترعَ لذلك سببًا غريبًا، فتخيّلَ أن الباعثَ له على قَتْلِ أعاديهِ لم يكنْ إلا ما اشْتَهَرَ عرف به، حتى لدى الحيوان الأعجم ، و محبته إجابة طالب الإحسان، لأنه علمَ انه إذا غدا للحربِ ، رَجَتِ الذّئابُ أن يتسعَ عليها رزقُها. و تنال من لُحُوْمِ اعدائه القَتْلى.[7]
Biasanya membunuh musuh itu hanya merupakan upaya untuk menolak bahaya, bukan karena menjaga agar tidak sampai menyalahi binatang buas yang sangat suka makan bangkai orang yang terbunuh. Adanya kesukaan binatang buas memakan bangkai, mendorongnya untuk membunuh musuhnya.
b)      Sifat yang berillat secara tidak tetap, untuk kemudian menetapkannya. Yang demikian ini ada dua bagian:
1)      Yang mungkin tetap, seperti kata syair:
يا وَاشِيًا حَسُنَتْ فينا إِسَاءتُهُ – نَجَى حِذارَكَ إنسانِيُّ من الغَرَقِ
“Wahai tukang fitnah! Menurut kami baik sekali membusukkan tukang fitnah itu. Dengan mempertakuti kamu kepada tukang fitnah, maka selamatlah orang-orang (kemanusiaan) dari ketenggelaman dalam air mata.”
Menjelaskan tukang fitnah itu merupakan suatu hal yang mungkin, hanya saja manusia tidak memandang baik. Akan tetapi syair menyalahi pendapat umum tersebut, sebab dengan tidak menjelek-jelekkan tukang fitnah itu dapat menyelamatkan orang-orang dari genangaa air mata akibat balas dendam si tukang fitnah. Keadaan yang demikian itu mungkin tetap di sepanjang zaman.
2)      Yang tidak mungkin tetap, seperti kata syair di bawah ini:
لَوْ لَمْ تَكُنْ نيةُ الجَوْزاءِ خِدْمَتَهُ -  لَمَا رأيتُ عليها عَقْدَ منتطق
“Kalau tidak ada niat dari Al-Jauza’ meladeni dia, tentu aku tidak akan melihat dia mengikat sabuk.”
Niat bintang Jauza’ dengan menerangi itu, adalah untuk berkhidmat (melayani) seseorang, adalah suatu hal yang tidak mungkin, akan tetapi itulah yang dimaksud oleh adanya syair tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Husnut-Ta’lil atau bagusnya sebuah alasan, adalah seorang sastrawan, ia mengingkari – secara terang-terangan ataupun terpendam - alasan yang telah dikenal umum baik suatu peristiwa, dan sehubungan dengan itu ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan lembut yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Misalnya adalah :
 وَمَا كُلْفَةُ الْبَدْرِ الْمُنيرِ قَدِيْمَةً  -  وَلكِنّهَا فِي وَجْهِهِ أَثَرُ الَّلطَمِ
Bintik-bintik hitam pada bulan purnama yang bercahaya itu bukan ada sejak dulu. Akan tetapi, pada muka bulan itu ada bekas tamparan.
Husnut-ta’lil terbagi kepada empat bagian, yaitu:
1.        Menurut adat tidak jelas illatnya
2.        Yang jelas illatnya bagi sifat itu, hanya saja bukan illat bagi lafal yang diterangkan
3.        Yang mungkin tetap
4.        Yang tidak mungkin teetap.







DAFTAR PUSTAKA
*  أونس، محمد شكرى , إسعاف المريد (مرتافورا:بدون السنة)
* السيد أحمد الهاشمي ، جواهر البلاغة ،(بيروت : دار الفكر، ١٩٩٤)
*  Al-Jarim, Ali & Amin, Musthafa , Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah,(Bandung : Sinar Baru Algensindo, TH)
* Akhdhori, Imam, Terjemah Jauharul Maknun, (Surabaya: Al-Hidayah,TH)


[1] محمد شكرى أونس, إسعاف المريد (مرتافورا:بدون السنة)
[2] Ali Al-Jarim & Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah,(Bandung : Sinar Baru Algensindo, TH), hal. 416
[3] Imam Akhdhori, Terjemah Jauharul Maknun, (Surabaya: Al-Hidayah, TH), hal. 210
[4] Ali Al-Tarim & Musthafa Amin, op.cit, hal. 415-416
[5] Imam Akhdhori, op.cit. hal. 210-212
[6] السيد أحمد الهاشمي ، جواهر البلاغة ،(بيروت : دار الفكر، ١٩٩٤) ، ص. ٣١٨
[7] المرجع نفسه، ص. ٣٢٠

5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Terima kasih ilmunnya. Silakan mampir juga di blog saya! Klik saja
    HaHuwa (Balaghah-Tajwid-Bahasa Arab-Al-Qur'an)

    BalasHapus
  4. Best 8 casinos in NJ | Gaming News - DRMCD
    The 김천 출장마사지 list is in for another week. 상주 출장샵 Check out our 과천 출장샵 top-notch slots 제천 출장마사지 at DraftKings, one of the best sites for casino players in NJ. 당진 출장안마

    BalasHapus